Friday 30 June 2017

Akulturasi Peninggalan Masa Hindu Buddha di Indonesia

Berikut ini adalah produk akulturasi dalam bangunan peninggalan bersejarah pada masa hindu buddha di Indonesia. yang berupa candi, arca, dan pura.

Candi dan Arca

Candi berasal dari kata candika yang merupakan nama perwujudan salah satu dewi kematian yakni Dewi Durga sehingga candi difungsikan sebagai tempat untuk memuliakan raja-raja yang telah mati. Sementara itu, ada juga pendapat para ahli yang menyatakan bahwa kata candi berasal dari bahasa kawi yakni cinandi yang artinya adalah “makam” atau “yang dikuburkan” dimana candi dijadikan sebagai tempat diletakkannya abu jenazah para raja. Jadi setelah seorang raja telah meninggal, maka jenazahnya akan dibakar. Sebagian dari abu hasil pembakarannya akan dibuang ke laut sementara itu sebagian lainnya akan disimpan dalam kotak batu yang disebut dengan pripih beserta dengan benda-benda yang merupakan lambang jasmaniah raja. Lalu kotak ini akan diletakkan di dalam perigi yang ada di dalam bagian kaki candi.

Candi-candi di Indonesia, dipengaruhi oleh kebudayaan India dalam hal gaya arsitektur, hiasan, dan sebagainya. Masyarakat Indonesia zaman dahulu membangun candi dengan petunjuk dari kitab Silpasastra, yakni kitab yang memberikan petunjuk untuk membangun relief, arca, dan candi. Namun, karena pengaruh kebudayaan dan kondisi alam setempat, candi-candi di Indonesia juga memiliki karakter tersendiri. Candi di Indonesia memiliki ciri khas seperti punden berundak-undak yang mana punden berundak-undak adalah tempat pemujaan yang merupakan budaya asli Indonesia pada zaman Megalithikum.

Dalam suatu kerajaan, anggota keluarga raja yang telah meninggal, akan diperdewa dalam bentuk arca. Arca ini akan ditempatkan dalam suatu candi yang difungsikan sebagai makam. Hal ini tentu merupaan bukti wujud akulturasi agama Hindu-Buddha dengan tradisi budaya nenek moyang Indonesia yakni tradisi penghormatan dan pemujaan arwah leluhur. Contoh raja-raja yang dibuatkan arca antara lain : Raja Anusapati di candi Kidal, raja Kertanegara di candi Segala, raja Kertarajasa Jayawardhana di candi Simping

akulturasi relief candi

Relief dan ukiran candi-candi di Indonesia banyak yang dipengaruhi oleh kebudayaan India, dimana ukirannya banyak yang mengambil cerita-cerita pada kitab/karya sastra Hindu dan Buddha yang berasal dari India namun dengan suasana kondisi alam dan kehidupan asli masyarakat Indonesia pada waktu itu. Misalnya, Candi Prambanan, reliefnya menceritakan kisah Ramayana dan Kresnayana sementara itu pada Candi Borobudur, reliefnya menceritakan tentang kisah perjalanan sang Buddha seperti yang terdapat dalam kitab Lalitawistara dan reliefnya menggambarkan lingkungan alam Indonesia seperti rumah panggung, perahu bercadik, burung merpati, dan lain-lain.

Pada candi-candi di Jawa dan Bali biasanya terdapat relief/hiasan kala makara. Kala memiliki arti ‘raksasa’ sementara itu makara merupakan makhluk dalam mitologi Hindu yang merupakan kendaraan Dewi Gangga dan Dewa Baruna. Hiasan Kala-Makara ini terrdapat di pintu masuk candi pada bagian atas.  Kala-Makara memiliki bentuk kepala raksasa yang sedang marah dan menyeringai, hal ini agar dapat menakuti roh jahat yang akan memasuki candi. Sehingga adanya Kala-Makara ini dibuat sebagai penjaga kesucian candi.

Pura
Pura merupakan tempat ibadah bagi para umat yang menganut agama Hindu. Bangunan pura di Bali, ternyata banyak yang dipengaruhi oleh budaya Indonesia pada zaman megalithikum (zaman batu besar). Hal ini terbukti dari bentuk Pura yang memiliki kemiripan dengan punden berundak-undak. Di beberapa pura di Bali misalnya Pura Bintang Kuning juga masih menyimpan benda dari zaman megalithikum seperti peti mayat yang terbuat dari batu (sarkofagus) yang disandingkan dengan patung-patung para dewa.

Catatan : Artikel ini merupakan bagian dari penggalan Tugas Mata Kuliah MPKT-A 2016 yang ditulis oleh penulis (Ari Tri) dengan berbagai sumber referensi . 

Facebook Twitter Google+

 
Back To Top